Minggu, 24 April 2011

PENDIDIKAN NILAI-NILAI HUMANISTIS MELALUI UNGKAPAN METAFORIS: STRATEGI REPOSISI BAHASA LOKAL DI ERA GLOBAL

Oleh : Ery Iswary  (eiswary@yahoo.com)
Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Hasanuddin, Makassar

Makalah ini akan membahas tentang pengajaran nilai-nilai humanistis berbasis kearifan lokal bahasa Makassar yang pada umumnya berbentuk ungkapan metaforis. Masalah yang akan dikaji adalah jenis-jenis nilai humanistis yang terdapat dalam teks “pakkiok bunting” (ungkapan selamat datang untuk menyambut pengantin),strategi pengungkapan nilai-nilai tersebut, serta bagaimana memosisikan bahasa lokal yang berisi kearifan lokal sebagai konsep pengajaran yang berkarakter. Adapun sumber data dari penelitian ini adalah memilih ungkapan teks “pakkiok bunting” dengan alasan bahwa “perkawinan” merupakan tahap awal mempertemukan dua manusia berlawanan jenis yang nantinya akan melahirkan manusia. Data diperoleh dari hasil wawancara dan observasi saat perkawinan berlangsung serta teks yang sudah dipublikasi sebagai pembanding.

Hasil analisis data mengindikasikan bahwa nilai-nilai humanis dalam teks “pakkiok bunting” dikemas dalam bentuk metaforis yang harus dipahami berdasarkan konteks budaya masyarakatnya. Nilai-nilai kekeluargaan, saling menghargai sesama manusia, manerima manusia dengan kondisi apa adanya, mendoakan keselamatan bersama merupakan konsep pengajaran untuk menjadi semakin bijaksana dalam menjalani kehidupan di dunia. Strategi pengungkapan nilai-nilai tersebut berupa ungkapan metafora berdasarkan ruang persepsi manusia, seperti keadaan (being), kategori kosmos, kategori energi, kategori substansi (terdiri atas kategori objek, kategori kehidupan, kategori bernyawa, kategori manusia. Temuan ini mengindikasikan bahwa metafora bukan semata-mata dalam kata-kata yang kita gunakan tetapi lebih dari merupakan fakta bahwa proses berpikir manusia dan sistem pemahamannya sebagian adalah metaforis.

Strategi reposisi bahasa lokal agar tetap memperoleh apresiasi dari masyarakat pendukungnya adalah mensosialisasi nilai-nilai budaya tersebut dan mengimplementasikannya dalam kehidupan masyarakat. Pelestarian nilai-nilai budaya yang berakar pada khassanah linguistik lokal perlu terus dieksplor sebagai sumber nilai yang mempunyai karakter dan identitas tersendiri.    

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, perbuatan, cara mendidik (KUBI, 1999:232). Konsep pendidikan juga bervariasi tergantung pada tujuan pendidikan apa yang diinginkan sehingga membutuhkan waktu yang relatif berbeda, khususnya dalam proses pengubahan sikap dan tingkah laku.  Salah satu referensi yang dapat dijadikan acuan atau konsep pendidikan adalah pesan-pesan yang berbasis pada kearifan lokal yang  berbahasa lokal.

Kertas kerja ini mencoba mengkaji teks berbahasa Makassar (teks pakkiok bunting) yang berisi banyak pesan bersifat humanis sehingga dapat dijadikan acuan dalam rangka mendidik manusia yang peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan.      “Pakkiok bunting” (bahasa Makassar) berasal dari kata pakkiok ‘panggilan’ dan bunting ‘pengantin’ merupakan ungkapan berupa untaian kata-kata sebagai ucapan selamat datang kepada mempelai laki-laki atau perempuan saat ingin memasuki rumah mertuanya. Ucapan selamat datang ini diucapkan oleh seseorang yang biasanya sudah biasa melaksanakan tugas ini dalam sebuah komunitas. Calon mempelai beserta iring-iringan pengantin akan disambut dengan dengan sukacita sebelum memasuki rumah sang mertua (biasanya calon pengantin laki-laki sebelum melakukan akad nikah) dengan kata-kata pakkiok bunting ini sambil mendapat hamburan beras atau bente (beras yang sudah disangrai).

Ungkapan pakkiok bunting berisi sejumlah pesan yang ditujukan kepada sang mempelai  yang sarat dengan nilai-nilai humanistis agar  sang mempelai yang nantinya akan menjadi anggota keluarga baru dalam keluarga tersebut sehingga dapat menerima calon  istri beserta keluarga besar apa adanya. Di samping itu,kata-kata yang berisi sejumlah harapan dan doa untuk kebahagiaan serta kelanggenan berumahtangga disenandungkan.

Strategi pengajaran dan pentransferan nilai-nilai humanistis dalam budya Makassar pada umumnya  dikemas dalam bentuk tatanan verbal secara tidak langsung, tetapi menggunakan sejumlah metafora. Ungkapan metafor   melambangkan ekspresi pikiran dalam mencari tahu arti hidup dan kehidupan manusia. Dengan kata lain, perumpamaan merupakan ungkapan kebahasaan yang menuntun manusia pada pemahaman realitas kehidupan melalui pelambangan atau kiasan. Penggunaan metafor yang dijadikan acuan untuk melambangkan dan menyimbolkan mengadopsi unsur-unsur atau objek yang famaliar dalam budaya masyarakat yang bersangkutan. Makna yang terkandung dalam metafora dapat ditelusuri melalui pemahaman terhadap apa dan bagaimana sesuatu itu dibandingkan atau dianalogikan.

MASALAH

Masalah yang akan dikaji dalam kertas kerja ini dapat diformulasi sebagai berikut:
1. Nilai-nilai  humanistis berbentuk apakah yang terdapat dalam teks “pakkiok bunting”? 
2. Bagaimana strategi pengungkapan nilai-nilai humanistis tersebut dan bagaimana memosisikan bahasa lokal yang berisi kearifan lokal sebagai konsep pendidikan yang berkarakter.

METODE PENELITIAN

Sumber data dari penelitian ini adalah teks “pakkiok bunting” dengan alasan bahwa “perkawinan” merupakan tahap awal mempertemukan dua manusia berlawanan jenis yang nantinya akan melahirkan manusia.

Data primer diambil diperoleh dari hasil wawancara dan observasi saat perkawinan berlangsung; sedangkan data sekunder diambil dari teks yang sudah dipublikasi sebagai pembanding.

TEORI-TEORI METAFORA

Metafora adalah bagian dari bahasa, Metafora berbeda dari bahasa konvensional yang selalu kita gunakan, karena metafora memberikan arti yang berbeda dari apa yang kita sebutkan.  Metafora bukanlah menyajikan  arti literal, tetapi metafora memberikan suatu "ide" atau "pandangan" dibelakangnya. Berdasarkan itu, sekarang pekerjaan kita adalah melihat dan mencari tahu keterlibatan metafora tersebut di dalam musik.

Eksistensi metafora mengambil tempat dan berfungsi sebagai suatu alat ('tool') untuk mengorganisir suatu rangkaian ide-ide, sehingga akan membantu 'seseorang' untuk dapat mengerti apa yang dimaksudkan (diungkapkan) di dalam metabahasa itu.

Metafora, menurut Poerwadaminta (1985), dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. AS. Hornby (1974) dalam Oxford Advanced Learners' Dictionary of Current English mengatakan bahwa metafora adalah suatu contoh penggunaan kata-kata untuk menunjukkan sesuatu yang berbeda dari arti yang sebenarnya. Sedangkan Longman, dalam Longman Dictionary of American English mengatakan bahwa metafora merupakan pamakaian frasa [dalam kalimat] yang mendeskripsikan tentang sesuatu hal yang diungkapkan dengan cara menggunakan kata lain dan hal tersebut dapat dibandingkan tanpa harus menggunakan kata "sebagai" atau "seperti"" Apa yang dimaksudkan ketiga pernyataan di atas adalah hal yang sama, yaitu metafora sebagai suatu kiasan.

Lakoff, seorang linguist, di dalam bukunya Metaphor We Live By (1980)mengatakan, kebanyakan orang menganggap bahwa metafora adalah semacam strategi  imaginasi yang bersifat puitik dan merupakan ungkapan yang penuh dengan kiasan. metafora bersatu/berintegrasi di dalam kehidupan kite sehari-hari, tidak saja di dalam bahasa, tetapi juga di dalam fikiran dan perbuatan (tindakan) kita.

Metafora juga dipandang, secara khusus, sebagai karakteristik bahasa semata, atau dengan kata lain, dipandang sebagai persoalan kata belaka dari pada sebagai masalah fikiran atau tindakan. Akan tetapi kenyataan yang lebih jauh bahwa sebenarnya . metafora diklasifikasi menurut medan semantik ruang persepsi model Michael C. Haley yang  mengatakan bahwa lambang dari metafora dapat di-golongkan berdasarkan klasifikasi medan semantik ruang persepsi manusia menjadi being, cosmos, energy, substance, terrestrial, object, living, animate dan human.

Hubungan antara makna literal dan makna figuratif dalam sebuah metafora adalah seperti versi penjembatan dalam kalimat tunggal dari harmonisasi signifikansi kompleks yang memberi karakter unik pada karya literer sebagai sebuah keutuhan. Karya literer yang dimaksudkan di sini adalah karya wacana yang berbeda dengan karya wacana lain, khususnya wacana sains yang membawa makna eksplisit dan implisit ke alam suatu hubungan( Ricoeur, 2002). Sehubungan dengan pemahamn tentang  metafora ini, Lakoff dan Johnson (1980) menyatakan bahwa:
“Our conventional ways of talking about arguments presuppose a metaphor we are hardly ever conscious of. The metaphor is not merely in the world we use … it is in our very concept of an argument. On the contrary, human thought processes are largely metaphorical. This is what we mean when we say that the human conceptual system is metaphorically structured and define”.

NILAI-NILAI HUMANISTIS DALAM TEKS “PAKKIOK BUNTING”

Untuk mengungkapkan nilai yang bersifat mendidik dalam teks ini digunakan strategi metafora yang berdasarkan ruang persepsi manusia.

1.Keadaan (being).

Keadaan dikatakan paling tinggi karena ia memiliki konsep dari pengalaman  manusia yang abstrak. Konsep abstrak tidak dapat dihayati langsung oleh panca indera manusia tetapi dapat dipahami melalui proses interpretasi maknanya.

(1) Nampako ri ujung borikku ri cappak pakrasangangku nakurappoiko cinik , kutimbaranngiko panngai...
     ‘Baru engkau di ujung negeriku di batas kampung halamanku kuiringi engkau pandangan,kupersembahkan kasih sayang’

Kata “ pandangan” dan “kasih sayang” merupakan suatu keadaan yang abstrak dan sangat bermakna secara emosional sehingga hanya bisa dirasakan tapi tidak tampak oleh indra. Ekpresi ini mengungkapkan pesan bahwa sang mempelai begitu diharapakan dan disayangi oleh keluarga pasangannya.

(2) Lakukapeangko anne sumangaknu mabellaya...kukapeangko pole tubunu lampa salaya
    ‘Akan kulambaikan semangatmu yang jauh...kulambaikan tubuhmu yang pergi tak menentu’

Ungkapan ini bermakna pemberian semangat dan support akan kehadiran sang calon mempelai dalam keluarga besar dan mengarahkan jalan penerimaan secara total sang mempelai.

2. Kategori Kosmos

Kategori kosmos adalah benda kosmik yang memiliki jarak jauh dan memiliki ruang sebagai bagian dari cakrawala namun keberadaannya masih dapat dicermati oleh indera manusia. Dalam teks ini  ditemukan metafora yang berkategori kosmos, seperti penggunaan kata bulan, bintang-bintang, seperti dalam ungkapan berikut:

(3) ...sangkammako bulang sampulo anngappak...wari-wari kupasang pole mannuntunga banngi...
    ‘...Seperti bulan empat belas...bintang-bintang kupesan yang menuntun malam...’

3. Kategori Energi

Kategori persepsi manusia yang langsung berada di bawah kosmos adalah energi. Kategori energi yang ditemukan dalam teks adalah angin dan air. Penggunaan energi “angin” dapat ditemukan dalam ungkapan :

(4) Linopi anging pakkeke mappasisaklak
    ‘Nanti angin ribut yang memisahkan’
Energi “Air” tidak digunakan secara tunggal tetapi selalu berbentuk frase yang dimetaforkan, seperti bentuk ungkapan lekbak gusuruk langiriknu ‘telah teremas air keramasmu” ; sipokok bukne tenanna  jeknek matannu ‘sepohon bukne hilangnya air matamu’; napammattikang ilorok bate salapang  ‘yang menitikkan air liur bate salapang’.

4. Kategori Substansi

Kategori substansi memiliki ruang dan dapat dicerna oleh panca indera manusia karena memang ada pada lingkungan hidup manusia

a.Kategori Object ‘Objek’
Kategori objek di dalam medan semantik ruang persepsi manusia adalah sesuatu yang berkaitan dengan benda.
Penggunaan objek yang familiar dan bermakna filosofis dalam teks sangat banyak ditemukan, seperti  intan, emas, besi, tiang, kain, tikar , sarung, benang , jarum,dan lain-lain. Ekspresi ini dapat dilihat dalam contoh  teks berikut:

(5) Nampako kuasseng labattu...kutongko intang kubelo-belo jamarrok...bulaeng tikno ansuloi pacciniknu
    ‘Baru kutahu engkau akan datang...kututup intan, kuhiasi zamrud...emas murni menerangi pandanganmu’

b.Kategori Living ‘Kehidupan’

Kategori living adalah ruang persepsi manusia yang berkaitan dengan kehidupan flora. Penggunaan flora dapat ditemukan seperti penggunaan kata beras/padi, pinang, kembang, sereh, pisang jawa. Ungkapan ini digunakan dalam teks berikut.

(6) Numammanak-manak sarre, numabborong unti Jawa, namaccuklak ase bakkak.
    ‘Engkau beranak bagaikan sereh, berhimpun seperti pisang batu dan bertunas seperti padi berkualitas’

Penggunaan sereh dan pisang jawa  beranalogi dengan fertilitas atau kesuburan. Hal ini memuat harapan bahwa kelak sang mempelai dapat mempunyai banyak keturunan. Ungkapan ini pun diikuti oleh leksikal “padi” yang juga menyimbolisasikan kehidupan yang berkualitas. Makna harapan bahwa keturunannya kelak bukan hanya secara kuantitas tetapi juga diiringi oleh kualitas.   

c.Kategori bernyawa (animate)
Kategori bernyawa (animate)  adalah medan makna ruang persepsi manusia yang berhubungan dengan dunia fauna. Ungkapan yang menggunakan metafor fauna seperti kata ayam, kuda , kerbau juga ditemukan dalam teks ini.

(7) Numajjarang , numattedong, numakjangang rassi lerang...
    ‘Engkau mempunyai kuda, engkau mempunyai kerbau, engkau mempunyai banyak ayam penuh tenggeran’

Penggunaan simbol fauna ini juga melambangkan harapan tetapi harapan dari aspek material. Sebagaimana diketahui bahwa kuda, kerbau, dan ayam merupakan sumber kehidupan secara material di zaman dahulu. Kepunyaan akan hewan piaraan ini juga melambangkan prestise keluarga secara material.

d. Kategori Human ‘Manusia’ 
Yang termasuk kategori human dalam kategori ruang persepsi adalah keberadaan manusia itu sendiri dengan segala bentuk perilakunya untuk memenuhi kebutuhannya termasuk kemampuannya untuk bernalar. Ekspresi leksikal maupun frase yang termasuk dalam kategori ini juga berupa ungkapan harapan agar panjang umur, berwawasan luas, dan kesetiaan hingga akhir hayat dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Ekspresi tersebut dapat dilihat dalam  contoh teks berikut.

(8) Lakbu bannang ke Jawa lakbuanngang umuruknu...luarak tamparang luaranngang nawa-nawanu.
    ‘Panjang benang ke Jawa lebih panjang umurmu, luas lautan lebih luas wawasanmu’

(9)....nusipattoa-toai, nusipaccammo-cammoi...
    ‘...Sama-sama sampai tua, sama-sama hingga ompong...’


PENUTUP


Nilai-nilai humanis dalam teks “pakkiok bunting” dikemas dalam bentuk metaforis yang harus dipahami berdasarkan konteks budaya masyarakatnya. Nilai-nilai kekeluargaan, saling menghargai sesama manusia, menerima manusia dengan kondisi apa adanya, mendoakan keselamatan bersama merupakan konsep pengajaran untuk menjadi semakin bijaksana dalam menjalani kehidupan di dunia.    

Strategi pengungkapan nilai-nilai tersebut berupa ungkapan metafora berdasarkan ruang persepsi manusia, seperti keadaan (being), kategori kosmos, kategori energi, kategori substansi (terdiri atas kategori objek, kategori kehidupan, kategori bernyawa, kategori manusia. Temuan ini mengindikasikan bahwa metafora bukan semata-mata dalam kata-kata yang kita gunakan tetapi lebih dari merupakan fakta bahwa proses berpikir manusia dan sebagian sistem pemahamannya bersifat metaforis.

Strategi reposisi bahasa lokal agar tetap memperoleh apresiasi dari masyarakat pendukungnya adalah mensosialisasi nilai-nilai budaya tersebut dan mengimplementasikannya dalam kehidupan masyarakat. Pelestarian nilai-nilai budaya yang berakar pada khasanah linguistik lokal perlu terus dieksplor sebagai sumber nilai yang mempunyai karakter dan identitas tersendiri.   


DAFTAR PUSTAKA

Agni,Binar. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogjakarta: LkiS.
Collins, James T. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Sejarah Singkat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Hoed, Benny H. 2008. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Lakoff, George and Johnson, Mark. 1980. Metaphors We Live By. Chicago: Chicago University Press
Lie, Koo Yew. 2008. Language, Culture, and Literacy: Meaning-Making in Global Context. Malaysia: Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan Universiti Kebangsaan Malaysia.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahman, Alwy (Alih bahasa). 1995. Berpikir, Bertindak, dan Berujar Melalui Metafora. Makassar: Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin.
Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Senin, 21 Maret 2011

PERBEDAAN TERPELAJAR DAN BERPENDIDIKAN

Ada perbedaan yang cukup signifikan antara TERPELAJAR DAN BERPENDIDIKAN. Orang terpelajar adalah orang yang bisa membaca dan menulis; orang berpendidikan adalah orang yg menerima pendidikan mental dan moral. Ada orang terpelajar tetapi bukan berarti terdidik/berpendidikan, sebaliknya ada orang yang berpendidikan tetapi tidak terpelajar. Idealnya kita memiliki kedua sifat ini agar kita bisa menjadi orang TERPELAJAR YANG BERMORAL DAN BERMENTAL BAIK. Semoga!

Tema Serumpun Melayu: dari waktu ke waktu

Dr, Ery Iswary, M.Hum, Ketua  Delegasi Unhas Seminar Serumpun Melayu tahun lalu menyatakan bahwa kegiatan rutin ini telah menunjukkan dinamika pengembangan keilmuan selama diadakannya kegiatan ini. Hal ini terlihat dari tema kegiatan dari tahun ke tahun. Seminar Internasional Serumpun Melayu (SISM) pertama misalnya telah membingkai kegiatan ini dengan tema Keindonesiaan Melayu, sedangkan yang kedua menawarkan tema Penelitian Kemelayuan. Jika Tema tahun ini adalah “Dinamika Hubungan Peradaban Melayu Serumpun Indonesia-Malaysia dengan Peradaban Tinghoa”, maka ini sudah sesuai dengan garis besar rekomendasi tahun kemarin. Demikian disampaikan Ketua Delegasi Unhas tahun 2010. Tahun kemarin rombongan Unhas dan beberapa perguruan tinggi lain di Makassar memeriahkan kegiatan serupa di UKM Malaysia dengan jumlah sekitar 80 orang. Saya prediksi kegiatan di bulan Juni ini juga akan berlangsung meriah. Tutur bu Ery disela-sela acara kuliah umum Sistim Pendidikan di China yang dibawakan oleh Prof Zhou Wenbin dan Prof Xu Maoyun dalam rangkaian acara pengresmian Pusat Bahasa Mandarin (Kongzi Xueyuan) Universitas Hasanuddin (fr).